* Perda Kepahlawanan Lahir dari Kalbar
Mandor Jadi Monumen Daerah

Dengan ditetapkannya 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah (HBD) dan Makam Juang Mandor sebagai Monumen Daerah sudah menjadi kewajiban Pemprov dan Pemkab Landak untuk bersama-sama menjaga, memelihara, mengembangkannya menjadi kebanggaan masyarakat serta menghormati para korban yang gugur akibat keganasan Jepang 1942-1945.

Andry/Shoe
Borneo Tribune, Pontianak

Sejarah baru terukir di Kalbar. Payung hukum situs kejuangan Mandor telah ketuk palu menjadi Perda. Delapan Fraksi menyatakan aklamasi dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kalbar ke-VI yang dipimpin Ketua DPRD Ir H Zulfadhli, Wakil Ketua Yulhelmi, SE serta dihadiri 41 dari 55 anggota DPRD Kalbar. Turut hadir Wagub Drs LH Kadir beserta staf.
Ir H Zulfadhli yang memimpin Sidang Paripurna di Balairung Sari, Senin (25/6) tampak puas. Menurut Zulfadhli, selama ini Makam Juang Mandor kurang mendapat perhatian dan kurang terurus. “Kita akan meminta Gubernur untuk segera melakukan pemugaran terhadap Taman Makam Juang Mandor,” ungkapnya. Mandor menjadi aset dan tujuan wisata budaya. Realisasi pembahasan anggaran pemugaran ini akan dilakukan untuk program tahun depan.
Paripurna dimulai pukul 09.00 WIB dengan 3 agenda sekaligus yaitu penyampaian pendapat akhir fraksi-fraksi terhadap Raperda tentang Peristiwa Mandor pada 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat, penetapan Keputusan DPRD Provinsi Kalbar terhadap Raperda tersebut dan sambutan dari Gubernur yang disampaikan Wagub, Drs LH Kadir.
Penyampaian pendapat akhir fraksi diawali Golkar yang dibacakan Hadlir Noer. Ia dan fraksinya berpendapat bahwa pada tanggal 28 Juni disepakati sebagai HBD dan menetapkan Mandor sebagai Monumen Daerah Provinsi Kalimantan Barat.
Tomi Ria dari PDIP tak jauh berbeda dengan Golkar. PDIP juga menyepakati agar pada 28 Juni nanti ditetapkan sebagai HBD dan Mandor ditetapkan sebagai Monumen Daerah.
Zainuddin Isman dari PPP mengungkapkan, peristiwa genocida yang terjadi di Mandor perlu dilakukan sebagai wujud pelurusan sejarah perjuangan pergerakan nasional. Bahwa para pejuang Kalbar juga gigih di dalam memperjuangkan kemerdekaan RI.
“Selain itu pemerintah pusat jangan hanya mengingat kegagalan mantan-mantan pemimpin Kalbar. Kami ingin pemerintah Jepang meminta maaf secara resmi kepada pemerintah Republik Indonesia. Kemudian peristiwa Mandor dimasukkan ke dalam muatan lokal mulai dari SD sampai ke Perguruan Tinggi serta secara tegas PPP sepakat 28 Juni sebagai HBD dan makam juang Mandor sebagai Monumen Daerah,” ucap legislator PPP ini tegas.
Sama halnya dengan pandangan akhir fraksi Demokrat yang dibacakan Mikael Mahin. Demokrat sepakat bahwa 28 Juni ditetapkan sebagai HBD dan makam juang Mandor sebagai Monumen Daerah Provinsi Kalimantan Barat.
Sementara pandangan akhir dari Fraksi PAN melalui Tony Kurniadi selaku jubirnya menyebutkan, peristiwa berdarah yang pernah terjadi di Mandor sebagai bukti kegigihan masyarakat Kalbar dalam berjuang demi bangsa dan negaranya. Perlu segera dibentuk payung hukumnya. Di akhir pandangannya, PAN sepakat bahwa 28 Juni sebagai HBD dan Mandor sebagai Monumen Daerah.
Fraksi PBR dan PKS berpandangan bahwa perjuangan yang telah dilakukan para leluhur sudah sepatutnya dihargai. Selain itu ada sedikit perubahan yang diusulkan oleh fraksi ini pada bab VI khususnya pasal 9 di dalam Raperda. “Tetapi secara substansi Fraksi PBR dan PKS sepakat bahwa 28 Juni ditetapkan sebagai HBD dan Mandor sebagai Monumen Daerah,” tegas Erfani Islami.
Fraksi Pemberdayaan Daerah melalui Suprianto sebagai jubirnya mengatakan, peristiwa ini nyaris tidak terekam di dalam peristiwa perjuangan nasional. Selain itu naskah akademik mengenai peristiwa ini harus segera diperbaiki dan disusun kompilasinya secara fakta yang sebenarnya.
“Kami ingin makam juang Mandor ditetapkan sebagai makam nasional dan para pejuang yang gugur akibat keganasan Jepang ditetapkan sebagai pejuang nasional. Tetapi secara substansi Fraksi Pemberdayaan Daerah sepakat bahwa 28 Juni ditetapkan sebagai HBD dan Mandor sebagai Monumen Daerah Provinsi Kalimantan Barat,” ungkapnya tegas.
Harry Tri Yoga selaku juru bicara Fraksi Pembaharuan menegaskan, selain dimasukkan di dalam muatan lokal mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, DPRD Provinsi Kalbar dan masyarakat harus memperjuangkan peristiwa ini dimasukkan ke dalam kurikulum nasional.
Akhirnya setelah mendengarkan pandangan akhir dari setiap fraksi yang secara keseluruhan menyatakan setuju atau aklamasi, tepat pada pukul 11.30 WIB, palu sidang akhirnya diketuk sebanyak tiga kali oleh Zulfadhli sebagai tanda disetujuinya Raperda tentang Peristiwa Mandor 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalbar sebagai Peraturan Daerah.
Dalam sambutannya Wagub LH Kadir menyampaikan, bagi Pemerintah Provinsi Kalbar pengajuan Raperda ini menjadi sangat prinsip dan krusial serta bernilai tinggi bagi kita semua. “Selain itu hal ini merupakan suatu terobosan karena merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki peraturan daerah tentang kepahlawanan. Sedangkan bagi pemerintah pusat tentunya hal ini merupakan kontribusi yang sangat besar dalam mewujudkan semangat nasionalisme serta memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai-bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.” Wagub penuh semangat. □